Berbahasa yang baik dan benar bukan sangeunaheunnana eh ataw sabaliknanya?
"ya kali kamukan tau sorangan, aing itu don't like him. Masih we mamaksa aing!"
Dari kelima kata ganti orang pertama ini, urang lebih suka pake urang (???) oke gini maksudnya, Ewid lebih suka pake urang. Aku kedua. Aing ketiga. Sa keempat. Dan saya kelima.
Aing, urang, aku, saya, sa...
Lokok? Kan "urang" itu kasar?
Bagi urang, berbicara baik itu secara lisan atau tulisan terasa lebih menyenangkan manakala urang menggunakan pilihan kata yg bikin hati cesss.
Oke memang pada kenyataannya, hal kegini tuh bisa merusak bahasa. Menyingkat bahasa Indonesia, nyampurin sunda, inggris dan indo dah kayak es.. Es.. Es.. Andai es naonnya euy lupaaa eta anu ada rotian, ketan, es serut, susu terus ager.. Yawlaaa
Lalu apakah hal ini dilarang? Untungnya menurut sepengetahuan urang per tanggal 12 November pukul 16.40, DPR sendiri pun nga ada wacana akan bikin RUU tentang berbahasa ya, apalagi menghukum pencampur bahasa wkwk.
Selain ngerusak bahasa, pencampuran bahasa lalu penggunaan kata2 aneh macem kayaknya jadi kenya, aku itu jadi akutu, enggak jadi nga, atau jangan jadi jan..
Ternyata juga bisa menimbulkan konflik dengan lawan bicara loh.
Ternyata juga bisa menimbulkan konflik dengan lawan bicara loh.
Mulai dari lu disebut "sok" atau bahkan menimbulkan pengertian yang berbeda..
Lah pertanyaannya, emang sapose kokondaooo? Eeehh sapose yang menentukan suatu kata itu baik atau benar?
Yang pasti bukan urang yg tiap hari mikirin si dia aja, atau bahkan kamu yg tiap hari sibuk baca status orang tapi mereka para cendekia ahli bahasa yg sempet2nya mengumpulkan kata2 dan menyusunnya dalam kamus.
Lalu kemudian mari mengulas bahasa ibu kita, bahasa sunda yg urang yakin, orang sunda sendiri loba nu teu ngarti.
Undak-usuk basa, jadi ciri khas dari basa sunda. Mulai dari halus, biasa dan kasar.
Tapi pernah gak sih kalian mikir, siapa sih yg nentuinnya? Kok bisa2nya ya kita nurut aja?
Padahal yah, setelah aku baca undak-usuk basa tu mulai in pas zaman kolonial karena orang sunda mulai berpindah pekrjaan dari ngahuma ke bertani. Hubungannya dimana?
Ketika orang bertani, ada istilah tuan tanah nah budaya feodal inilah yg menghasilkan undak-usuk basa sunda kiwari.
Tapi pernah gak sih kalian mikir, siapa sih yg nentuinnya? Kok bisa2nya ya kita nurut aja?
Padahal yah, setelah aku baca undak-usuk basa tu mulai in pas zaman kolonial karena orang sunda mulai berpindah pekrjaan dari ngahuma ke bertani. Hubungannya dimana?
Ketika orang bertani, ada istilah tuan tanah nah budaya feodal inilah yg menghasilkan undak-usuk basa sunda kiwari.
Nah kalo kita tarik sejarah, atas penemuan naskah2 kuno dslam bahasa sunda, ternyata ada 3 naskah kuno yg sama2 menggunakan kata "aing" untuk konteks yg berbeda.
Naskah pertama, kata aing ditunjukan ke seorang adik
Naskah kedua, kata aing ditunjukan untuk orang yg lebih tua
Lalu naskah ketiga, kata aing digunakan dalam teks doa (baca: https://tir.to/n/cn5j)
Naskah pertama, kata aing ditunjukan ke seorang adik
Naskah kedua, kata aing ditunjukan untuk orang yg lebih tua
Lalu naskah ketiga, kata aing digunakan dalam teks doa (baca: https://tir.to/n/cn5j)
Artinya apa kawan2??
Ternyata aing awalnya enggak dianggap kasar pada zaman itu. Tapi geng, bukan berarti kita bisa menggunakan kata2 kasar seenak peujit. Tapi dengan diketahuinya sejarah bahasa semacam ini, kita harus sadar bahwa bahasa tidaklah hitam-putih.
DAN SEBUAH KATA TIDAK BISA DINILAI SEKEDAR OLEH STANDAR YG SUDAH MEMBAKU ATAU BAHKAN MEMBEKU
Tapi harus dilihat pula konteks tulisan/obrolannya daaan situasi percakapannya jugaaa.
Kalo presiden bilang politik sontoloyo di forum resmi dan didepan seluruh rakyatnya, itu gimana yah? Wkkw
Wallahualam...
Yang pasti, dahulu kita sering mendapat pesan agar berbahasa dengan baik dan benar. Namun kini hal tersebut terancam punah sebab ada beberapa kesepakatan yg tidak disadari kita buat dalam berbahasa dijaman kiwari.
Bahasa itu selalu dipengaruhi oleh budaya asing,
Dan bahasa yang sanggup bertahan adalah bahasa yg selalu terbuka dengan kebutuhan yg ada bukan yg dipertahankan kemurniannya sesampai dia tak berkembang dan ditinggalkan penuturnya.
Dan bahasa yang sanggup bertahan adalah bahasa yg selalu terbuka dengan kebutuhan yg ada bukan yg dipertahankan kemurniannya sesampai dia tak berkembang dan ditinggalkan penuturnya.
Kumaha tepat teu sih? Wkwk
Komentar
Posting Komentar